Semua orang punya cita-cita, namun tidak semua punya rencana bagaimana mencapainya.  Banyak orang bekerja keras sepanjang hidupnya, namun tidak banyak yang berbahagia dengan apa yang diraihnya. (Hatta-Samisinau)
        Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosialnya, kita (hanya) bisa memahami mereka dalam konteks relasinya dengan lingkungan. Setiap orang tumbuh dan berkembang dalam pengaruh lingkungan, keluarga, teman, tetangga dan masyarakat. Demikian juga ‘orientasi’ mereka terhadap masa depan, lingkungan turut menentukan apa yang ‘ideal’ untuk dicapai. Bagaimana dengan Anda, seperti apa gambaran masa depan yang anda harapkan ???

Beberapa buah fakta tentang manusia dan kehidupan sosialnya :
  • Setiap manusia adalah unik, tidak ada yang benar-benar sama, mereka memiliki kemampuan dan harapan yang berbeda-beda. Mungkin ada yang mengalami persoalan yang sama, namun apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka butuhkan belum tentu sama. Mungkin kita heran melihat tetangga kita yang hidup serba kekurangan, namun nampak ‘bahagia’, berbeda sekali dengan teman kita yang sering mengeluh kekurangan uang, dan sibuk mencari pinjaman padahal dia jauh lebih berpunya dibanding tetangga kita itu. Mungkin, bagi tetangga kita itu hidup sederhana tak masalah, yang penting tak punya hutang. Sementara teman kita, lebih baik berhutang ketimbang tidak bisa tampil ‘gaul’.
  • Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan, lewat pengasuhan dan pergaulan, keluarga dan masyarakat turut membentuk nilai-nilai yang mereka yakini. Apa yang mereka anggap ‘baik’ belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain di lingkungan berbeda. Bagi sebagian orang, datang terlambat adalah hal biasa dan orang pun memakluminya, namun berbeda bagi para professional di perusahaan modern mereka akan sangat malu bila terlambat, dan akan dianggap ‘tidak becus’ bekerja.
  • Manusia beradaptasi menyeimbangkan antara ‘tuntutan pribadi’ dan ‘tuntutan lingkungan’. Tiap orang punya harapan, namun orang lain, teman, keluarga dan masyarakat juga punya harapan terhadapnya. Orang-orang yang mementingkan dirinya sendiri dan tidak peduli pada lingkungan biasanya disebut ‘egois’. Bila kita punya tetangga yang tidak pernah mau datang bila diundang untuk pertemuan warga, tentu kita kurang menyukainya. Sebaliknya, bila kita tinggal di lingkungan yang suka ‘berisik’ disaat kita ingin istirahat, kita pun tidak menyukainya. Orangtua kita mungkin juga ingin kita menjadi karyawan, namun kita lebih senang membuka usaha sendiri di rumah. Demikianlah, setiap hari kita berusaha untuk ‘seimbang’.
  • Manusia mengolah ‘sumberdaya’ untuk mewujudkan ‘penghidupan’ yang dicita-citakannya. Mereka memanfaatkan pengalaman dan mengembangkan ‘strategi’ untuk mencapai hasil yang terbaik atas apa yang diusahakannya. Para petani mengolah sawah, membawa hasil panen ke kota dengan kendaraan sendiri, dan sebagian menjual kepada tengkulak yang datang karena tidak punya kendaraan. Sawah juga semakin sempit, warga desa yang lain mungkin lebih tertarik membangun perumahan, dan membeli tanah yang ada di desanya dengan harga tinggi. Sementara yang lain mungkin menjadi kuli, tetapi tujuan mereka sama, mengolah apa yang mereka miliki dan sumberdaya yang ada disekitarnya (sumberdaya manusia, alam, finansial, fisik dan sosial) untuk mencapai ‘penghidupan’ yang diharapkannya.
  • Manusia berusaha untuk ‘berguna’ dan tidak ingin sebaliknya menjadi ‘beban’ lingkungan. Mereka yang berguna bagi diri sendiri dan lingkungannya dikatakan ‘berfungsi sosial’ dan sebaliknya yang menjadi beban dikatakan sebagai ‘masalah sosial’. Misal, para pemuda tidak ingin menjadi beban orangtuanya terlalu lama, begitu lulus sekolah mereka segera mencari pekerjaan agar bisa menghidupi diri sendiri, atau bahkan membantu orang tua. Namun tidak sedikit yang justru ‘menikmati’ tinggal di rumah dan dibiayai oleh orangtua, sehingga keluarga bingung dan berusaha untuk mendorongnya agar belajar mencari pengalaman. Ada juga yang malas bekerja, dan lebih senang ‘mencuri’, untuk orang-orang yang tidak bisa mandiri seperti ini negara menyediakan Lembaga Pemasyarakatan (LP). Demikian juga, mereka yang telah diberi akal sehat oleh Tuhan tetapi tidak merawat dan menggunakannya dengan baik, lalu menjadi ‘gila’ maka negara menyediakan Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Kita tidak ingin berakhir di sana bukan ???
Mengapa Anda ingin menjadi insinyur...?
       Interaksi dengan lingkungan menghasilkan pengalaman-pengalaman, baik yang disukai maupun tidak disukai. Lewat berbagai pengalaman, diam-diam seseorang membangun Konsep Diri, gambaran tentang diri dan nilai-nilai yang diyakininya, tentang kehidupan ideal yang dicita-citakannya. Melihat kembali ‘konsep diri’ adalah langkah awal untuk merancang masa depan.
Lantas, gambaran masa depan seperti apa sih yang Anda inginkan ???
Pernahkah Anda memikirkannya, dan mengambil waktu untuk bersungguh-sungguh merancangnya ???
Sebagian orang mungkin bilang, “Ah, saya tidak punya waktu!” , "Ah, itu hanya mimpi di siang bolong", atau ada juga yang bilang, “Ah, hidup ini mengalir sajalah apa adanya!”.
Ngomong-ngomong mengalir kemana tuh...? gimana kalau mengalir ke LP dan RSJ hehehe.., Anda tak mau bukan ???
        Merancang masa depan adalah seperti menggambar rumah, tukang sehebat apapun tidak mungkin membuat sebuah bangunan tanpa gambar!
        Banyak orang menyederhanakan cita-cita sebagai ‘pekerjaan yang diharapkan’, merancang masa depan adalah tidak sekadar memikirkan ‘mau kerja apa setelah selesai sekolah?’. Pekerjaan hanyalah salah satu komponen dari gambaran masa depan yang ingin kita wujudkan. Karena pekerjaan bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk mewujudkan kualitas kehidupan yang dikehendaki.

Harapan, Capaian, Manfaat >> Kesempatan, Usaha, Strategi >> Cita-Cita, Penghidupan ideal.

Beberapa buah pertanyaan tentang cita-cita: 
  • Seperti apa saya mengenali ‘lingkungan’ dimana saya tinggal ?
  • Seperti apa saya mengenali ‘perasaan’ saya terhadap berbagai hal yang saya alami ?
  • Seperti apa saya mengenali ‘potensi’ saya dalam berbagai bidang ?
  • Seperti apa sesungguhnya keadaan yang ‘benar-benar’ saya inginkan ?
  • Seperti apa saya mengenali ‘beragam cara’ untuk mencapainya ?
Mengenali lingkungan:
  • Apa yang benar-benar saya inginkan tentang hidup saya berkaitan dengan?
Tuhan, Uang, Keluarga, Tetangga, Teman, Pasangan, Pekerjaan , Kesehatan, Penampilan, Tempat tinggal, Hobi, dan Karir 

Siapa saja orang-orang ‘penting’ bagi saya ?

 •     Apa yang lingkungan harapkan kepada saya ?
  • Apa yang dipandang ‘baik’ oleh mereka ?
  • Sumberdaya apa saja yang ada di sini ?
  • Bagaimana orang-orang mewujudkan penghidupannya ?
  • dll
Mengenali diri sendiri:
  • Apa yang membuat saya malu ?
  • Apa yang membuat saya marah ?
  • Apa yang membuat saya bangga ?
  • Apa yang membuat saya sedih ?
  • Apa yang membuat saya taku ?
  • Apa yang membuat saya kecewa ?
Mengenali potensi diri:
  • Apa yang saya bisa kerjakan ?
  • Apa nilai lebih dari yang saya kerjakan ?
  • Apa yang orang butuhkan dari saya ?
  • Mengapa orang-orang membutuhkan saya ?
  • Apa yang saya bisa dan orang lain tidak ?
  • dll
         Dalam membangun ‘konsep diri’ tidak jarang kita sering mengalami ‘salah pengertian’, misalnya, apa yang kita inginkan ternyata belum tentu apa yang sedang kita butuhkan. Pengertian kita terhadap segala sesuatu akan mempengaruhi tindakan yang kita ambil. Karenanya usaha untuk meluruskan ‘salah pengertian’ ini menjadi penting.
  • Enak vs Penting, mungkin tidak semua orang senang membaca buku, ngantuk dan membosankan, namun faktanya menambah pengetahuan jauh lebih penting ketimbang bermalas-malasan.
  • Lemah vs Sabar, banyak orang bilang kita harus sabar menghadapi keadaan, bila Anda tidak punya uang sementara Anda tinggal di dekat pasar, dan Anda berdiam diri itu bukan sabar.
  • Perlu vs Harus, saat sehat Anda perlu berolahraga dan menjaga kesehatan, sebaliknya bila sudah terlanjur sakit Anda harus berobat. Segala sesuatu jauh lebih ringan dikerjakan ketika masih ‘perlu’ dikerjakan.
  • Ingin vs Butuh, untuk apa sepeda motor bila Anda jarang punya aktivitas jauh dari rumah, tetapi Anda ingin memiliki meskipun belum tentu butuh. Sekolah jelas butuh buku, namun tidak semua ingin buku, tetapi lebih ingin sepatu baru.
  • Untung vs Rugi, banyak orang merasa untung bila terbebas dari tugas tambahan, dia merasa beruntung karena bisa istirahat sementara yang lain masih sibuk. Padahal dia sedang rugi tidak memperoleh pengalaman baru, apalagi jika ternyata ada ‘bonus’ untuk yang kerja lebih.
  • Rencana vs Harapan, banyak orang ingin kaya tetapi selalu menghabiskan uangnya untuk hal-hal yang kurang penting. Ingin pandai tetapi lebih sering menghabiskan waktu di pemancingan daripada membaca buku di perpustakaan. Orang-orang menyangka, dengan berharap maka keinginannya bisa tercapai, mereka sedang ‘mengigau’.
       Faktanya, orang-orang yang mampu ‘menyesuaikan’ antara apa yang diharapkan dengan apa yang dikerjakannya lah, yang benar-benar mencapai ‘cita-citanya’. Dan ini adalah pondasi yang kokoh bagi seorang pemimpin. Sekian dulu ya...semoga bermanfaat, Jangan Lupa  tulis komentarnya buat koreksi, sekalian nambah temen,Trims (hatta_samisinau)



Leave a Reply.